Sabtu, 07 Mei 2011


Oleh: Agus Rudianto
Kader HMI MPO Komisariat FTI UII


Terinspirasi dari syair lagu Iwan Fals “Pendidikan adalah anak tiri yang kesepian” yang berjudul Rubah, maka terbesit dalam bayangan dalam cerita-cerita dongeng, bagai mana sih anak tiri diperlakuan, tentu kita semua sudah bisa membayangkan perlakuan itu, dan jelas berbeda kasih sayangnya antara anak kandung dan anak tiri. Dalam kesempatan kali ini kembali rakyat Indonesia memperingati hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada setiap tanggal 2 Mei, apa kabar pendidikan hari ini?
Anak kandung siapa mungkin tidak terlalu penting untuk dibahas, namun pada kesempatan ini coba kita lihat bersama bagai mana si anak tiri ini pada usianyanya yang kesekian ini, bagai mana nasibnya, mari kita kaji bersama.
Pendidikan memiliki tempat khusus pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), dari data Wikipedia (http://map-bms.wikipedia.org/wiki/UUD_45) tentunya suatu sumber yang dapat dipercaya, disebutkan Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 :
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pada Rencana Strategi Departemen Pendidikan Nasional 2010-2014, pemerintah mengakui masih tertinggal dari Negara-Negara Asia Tenggara lain, pada aspek dalam penentuan human development index (HDI) belum mampu mengangkat peringkat HDI Indonesia dibandingkan dengan indeks pembangunan manusia negara-negara di lingkungan Asia Tenggara. Indonesia masih di bawah negara-negara lain di Asia Tenggara seperti Philipina, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Hal ini disebabkan oleh penanganan masalah yang berkaitan dengan indikator HDI seperti buta aksara, lama bersekolah, angka kematian ibu dan anak, serta pendapatan per kapita dilaksanakan lebih agresif di negara-negara tersebut dibandingkan dengan di Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan pendidikan perlu terus ditingkatkan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat secara terpadu. Reformasi pendidikan merupakan proses panjang untuk mendorong terwujudnya daya saing bangsa.

Jurnal yang ditulis oleh Lisa Rokhmani dengan judul Analisis Human Development Index Indonesia (2009), mengungkapkan data pada tahun 2005, HDI Indonesia berada di peringkat 107 dunia. Tahun 2006, Indonesia berada di peringkat 109 dunia. Tahun 2007/2008, peringkat Indonesia kembali ke 107.


Pada jurnal ini sejalan dengan data Rencana Strategi Pendidikan Nasional dimana Indonesia masih tertinggal oleh Negara-Negara Asia Tenggara lainnya, juga masih mempersoalkan tentang buta aksara yang menjadi masalah dalam pendidikan nasional. Dari sumber lain (Unesco Media Coverage, 2008) juga dikatakan masalah pendidikan khususnya buta aksara menjadi masalah serius terhadap beratnya permasalahan pendidikan yang mereka hadapi, pertemuan E-9 Ministerial Review Meeting on Education for All ketujuh di Bali, 10-12 Maret 2008. Kesembilan negara itu adalah Banglades, Brasil, China, India, Indonesia, Meksiko, Mesir, Nigeria, dan Pakistan.

Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal, sekitar 80 persen pemberantasan buta huruf di antara sembilan negara itu disumbangkan oleh China. Angka peserta wajib belajar mereka juga meningkat pesat. China sepertinya benar-benar mengurus pendidikannya.

Buta aksara adalah sebagian kecil permasalahan pendidikan hari, masih banyak PR yang harus diselesaikan pemerintah untuk menjamin pendidikan rakyatnya, belum lagi masalah kurangnya tenaga pengajar, standarisasi pengajar, fasilitas pendidikan, komersialisasi 
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar